Lewat Partai Lokal, Eks Kombatan GAM Lanjutkan Perjuangan untuk Sejahterakan Masyarakat Aceh

ACEH UTARA - Politisi Partai Aceh Tgk. Muharuddin mengatakan konflik panjang akibat peperangan antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia (RI) yang terjadi selama 32 tahun dan musibah tsunami pada 2004 silam, telah meluluhlantakkan Aceh. Hal itu membuat Aceh jauh tertinggal dalam berbagai hal, baik pembangunan, ekonomi, serta pendidikan dibandingkan daerah lain di Indonesia.
"Setelah lahirnya perdamaian (MoU) Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 silam, para kombatan GAM rela memotong senjatanya dan mengakhiri perang yang terjadi di Aceh. Dengan lahirnnya partai lokal dari 'rahim' MoU Helsinki, para eks kombatan GAM melanjutkan perjuangan, namun bukan lagi dengan senjata, melainkan berjuang dalam kancah politik melalui Partai Aceh, dengan tujuan sama yaitu untuk menyejahterakan masyarakat Aceh," kata Tgk. Muharuddin dalam silaturrahmi para kader Partai Aceh yang maju sebagai calon legislatif di Pemilu 2019 dengan masyarakat Gampong Riseh Baroh, Riseh Teungoh, dan Riseh Tunong, Kecamatan Sawang, Aceh Utara, Sabtu malam (23/3/2019).
Para kader Partai Aceh tersebut yakni Fauzi (Cem Pala) Caleg DPRK Aceh Utara, Tarmizi (Panyang) Caleg DPRA, dan Muharuddin (Tgk. Muhar) yang maju sebagai Caleg DPR-RI lewat Partai NasDem.
"Banyak hal yang telah dilakukan para eks kombatan GAM selaku kader Partai Aceh, baik di parlemen maupun di Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota. Sebelumnya, masyarakat Aceh tidak mengenal adanya pendidikan gratis, beras raskin, berobat gratis, penerapan syariat Islam, bantuan untuk dayah, masjid, dan mushalla, serta Aceh memiliki dana otsus dan undang-undang pemerintahan sendiri (UUPA). Namun, dengan berkat adanya perjuangan eks kombatan GAM melalui Partai Aceh di pemerintahan dan parlemen, saat ini masyarakat telah mengenal itu semua dan bantuannya dirasakan masyarakat Aceh saat ini,” ungkap Mantan Ketua DPR Aceh ini.
Selain itu, Tgk. Muhar menambahkan, banyak hal yang dilakukan kader-kader Partai Aceh, khususnya dalam hal merealisasikan butir-butir MoU Heksinki dan menuntut hak dan kewenangan Aceh yang telah diberikan pemerintah pusat, sesuai kesepakatan damai.
“Selama ini, PA selalu menjadi ‘imam’ dalam hal memperjuangkan MoU Helsinki dan UUPA. Seperti halnya pencabutan dua pasal UUPA beberapa waktu lalu, PA depan berada di depan berjuang menyelamatkan dua pasal itu agar dikembalikan, dengan tujuan agar ke depannya pusat tidak dengan mudah mencabut satu per satu pasal-pasal yang ada di UUPA dan kekhususan Aceh,” jelasnya.
“Saya tidak bisa membayangkan bagaimana ke depannya jika Partai Aceh jika Partai Aceh kalah atau bahkan tidak ada lagi. Untuk itu, saya berharap masyarakat Aceh tetap mendukung Partai Aceh, yang merupakan milik seluruh rakyat Aceh,” harapnya.
Komentar